Pesta Perawan Didesa

Cenit bersandar di dinding, gadis itu duduk sambil memeluk kedua lututnya. Setengah busana atasnya masih rapi tapi seluruh rok dan celananya sudah terbuka. Menampakkan kedua paha yang putih mulus dan montok. Sementara tumpukan daging putih kemerahan menyembul di sela rambut-rambut hitam yang nampak baru dicukur.
Sedikit tengadah dan dengan tatapan mata sendu ia berujar lirihaE|
aEsMasukkanlah, Kak! Aku juga ingin menikmatinyaaE|.aEt
Aku hanya terdiam.. kami sama-sama sudah membuka busana bagian bawah, beberapa menit kemudian kami bergelut di pojok ruangan itu. Dengan penuh nafsu ku tekankan tubuhku ke tubuh gadis itu. Ia membalas dengan merengkuh leherku dan menciuminya penuh nafsu.
Tubuhnya terasa panas dan membara oleh gairah, bertubi-tubi kuciumi leher, pundak dan buah dadanya yang kenyal dan besar itu. Ia hanya melenguh-lenguh melepas nafasnya yang menderu. Setiap remasan dan kulumanaE| diiringi dengan erangan penuh kenikmatan.
Tanpa kusuruh ia membuka sebagian kancing bajunya. Menampakkan onggokan buah dada yang membulat dan putih. Tanpa membuka tali beha ia mengeluarkan buah dadanya itu dan mengasongkannya ke mulutku.
Dengan rakus kukulum buah dada besar Cenit sepenuh mulutku. Ia mengerang antara sakit dan enak. Nafasku pum semakin tersendat, hidungku beberapa kali terbenam ke bulatan kenyal dan hangat itu.
Puncak dadanya basah oleh air liurku yang meluap karena nafsu. Licin dan agak susah meraih puting susunya yang mungil kemerahan itu. Jelas sekali kulihat proses peregangannya. Semula puting susu itu terbenam, namun dalam sekejap saja dia keluar menonjol dan mengeras.
Cenit tahu susah mengulumnya tanpa memegang karena aku mencengkram erat leher dan pinggang gadis itu. Tanpa menunggu waktu ia memegangi buah dadanya dan mengarahkan putingnya ke mulutku.
Aku pun mengulumnya seperti bayi yang kehausan. Mengulum dan menyedot sampai terdengar berbunyi mendecap-decap. Kulihat gadis itu, dalam sayu matanya merasakan kenikmatan, bibirnya tersungging senyuman dan tawa kecil. aE~Gigit sedikit, Kak.aE? pintanya padaku.
Aku menuruti kemauannya, dengan gigiku kugigit sedikit puting susunya. aE~AihaE|.aE? Jeritnya lirih sambil menggigit bibir. Barangkali ia tengah merasakan sensasi rangsangan nikmat luar biasa di bagian itu. Kurasakan tubuhnya melunglai menahan nikmat.
Kemudian tubuh kami saling mendekap semakin rapat. Gairah dan rangsangan nikmat menjalar dan memompa alirah darah semakin kencang. Secara naluriah aku menyelusuri tubuh sintal Cenit.
Mulai dari leher, terus ke punggung, meremas daging hangat di pinggulaE| terus ke bagian bawah. Akhirnya menyelip di antara paha. Gadis itu membuka pahanya sedikit, mengizinkan tanganku menggerayangi daerah itu.
Dalam pelukan erat, tanganku mencoba masukaE| ehm.. bagian itu terasa hangat dan basah. Cenit menggeser pantatnya sedikit. Kedua matanya memejam sembari menggigit bibir , desah-desah halus keluar tak tertahankan. Detak jantungku semakin kencang ketika kubayangkakn apa yang terjadi diaE?sanaaE?.
Gadisku menggelinjang, nafasnya sesekali tertahan, sesekali ia seperti menerawang, apa yang dia harapkan? Aku tahu, dia menginginkan itu, dia mendorong-dorongkan pantatnya ke depan, agar bagian itu lebih tersentuh oleh jemariku.
Dengan penuh pengertian aku pun turunaE| dari leheraE| buah dada.. wajahku terseret ke bawah, menikmati setiap lekuk liku tubuhnya yang hangat. Setiap sentuhan dan gesekan menimbulkan rintihan lirih dari mulutnya. Wajahnya menengadah, matanya setengah terpejam, bibir agak terbuka, dan sedikit air liur menetes dari salah satu sudutnya.
aEsTeruskan, kakaE| jangan hentikan..!aEt pintanya. aEsPuaskan akuaE|.?aEt katanya lagi tanpa rasa sungkan. Yah, tak ada rahasia di antara kami. Apa yang dia inginkan untuk memuaskan hasratnya, pasti dia minta, kapan saja kami bertemu. Begitu pula akuaE| kalau lagi pingin, dia pasti kasih.
Perlahan aku menyusuri tubuhnya ke bagian bawah. Sekarang aku sudah di atas perutnya yang mulus. Aku bermain-main sebentar di sana. seluruh tubuh Cenit memang sangat menggairahkan. Tidak ada lekuk tubuhnya yang tidak indah. Aku sangat menikmati semuanya.
Tiba-tiba Cenit memegang kepalaku, meremas sedikit rambutku dan mendorong kepalaku ke bawah. aEsAyo, Kak, udah gak tahan nih..! Jangan di situ aja dongaE|.Aih..aEt Aku menurutaE|. Dulu aku bilang aku ingin merasakan dan menjilati kemaluannya, dia bilang hal itu menjijikkan. Dalam keadaan terangsang dia sangat menginginkanya.
Sesampai di bagian ituaE| aku terpana menyaksikan pemandangan indah terbentang tepat di depan mataku. Setumpuk daging berwarna kemerahan berkilat di celah-celahnya aE|
Bagian itu, bibir kemaluan Cenit yang merah dan basah dipenuhi cecairan lendir yang bening. Dengan kedua jari telunjuk ku buka celah itu lebih lebaraE| Klentitnya menyembulaE| nampak berkedut karena rangsangan nikmat tidak terkira.
Berkali-kali ia berkedutaE| setiap denyutan dibarengi dengan nafas dan rintih tertahan gadis itu. Aku memandang ke atas. Ke arah payudaranya yang terbuka, putingnya semakin mengeras. Nafasnya terengah-engah, buah dada Cenit yang putih itu nampak naik turun dengan cepat. Kulihat lagi kemaluan gadisku ituaE| semakin merah dan merekah. Kubuka lagi dengan dua telunjukkuaE| cairahn kental pun mengalir deras. Meluap dan merembes sampai ke sela paha, persis seperti orang yang sedang ngiler.
Cairan itu terus mengalir perlahanaE| sampai ke arah anus. Kemudian perlahan berkumpul dan akhirnya menitik ke lantai. Semakin lama semakin banyak titik-titik lendir bening yang jatuh di lantai kamar itu.
Terasa ia merenggut rambutkuaE| dan menekankan kepalaku ke arah vaginanya yang sedang terangsang itu. Aku pun semakin bernafsuaE|. Dengan penuh semangat aku pun mulai mengulum dan menjilati seluruh sudut kemaluan CenitaE|
aEsAhhaE|. AhhhhaE| nikmat sekali, Kak!aEt Cenit merintih, tubuhnya menegang, cengkramannya di kepalaku semakin kuat. Pahanya mengempot menekan ke arah mukaku, sementara kemaluannya semakin merah dan penuh dengan lendir yang sangat licin.
Aku pun semakin dalam menusuk-nusukkan lidahku ke liang senggamanya. Beberapa kali klentitnya tersentuh oleh ujung gigiku, setiap sentuhan memberi pengaruh yang hebat. Gadis itu melolong menahan nikmataE| aku terus menyelusuri bagian terdalam vaginanya. OhaE| hangat dan sangat-sangat basah. Tak bisa kubayangkan kenikmatan apa yang dirasakannya saat ini. barangkali sama nikmatnya dengan rangsangan yang kuperoleh dari kemaluanku yang juga sudah mengeras sedari tadi.
Rasanya sangat nikmat dan tergelitik terutama di bagian pangkalaE| rasanya ingin aku melepaskan nikmat di saat itu juga. Tapi aku harus menyelesaikan permainan awal ini dulu, gadis ini minta untuk segera di tuntaskan.
Semakin aku memainkan kemaluannya, semakin ia mengempot dan menekankan kepalaku ke arahnya. Sesekali aku menengadah menatap wajahnya yang merah. Tampak ia menghapus air liurnya yang mengucur dengan lidahnya yang merah itu.
Tiba-tiba ia tertawa mengikikaE| seperti ada yang lucu. Ia mengusap wajahku yang bergelimang cairan vaginanya. Sambil memandangku penuh pengertian. aEsLagi, KakaEt pintanya.
Aku mengulangi lagi kegiatan itu, ia pun kembali merintih-rintih menahan rangsangan hebat itu di kemaluannya. Beberapa kali klentit itu kusentuh dengan ujung gigiaE|.
Tiba saatnya, dia sudah sampai mendekati puncak. Nafas semakin memburu dan tubuhnya menegang hebat beberapa kali. Tanpa sungkan lagi, ia mengeluarkan lolongan penuh kenikmatan ketika rasa enak itu tibaaE|
aEsOhhhhhaE| hhhhaE|ahhhhhhhhaE|aEt jeritnya lepas. aEsEnak sekaliaE|aEt
Pantatnya mengempot ke depan setiap denyutan nikmat itu menyergap vaginanyaaE| dan setiap denyutan diiringi dengan keluarnya cairan yang lebih banyak lagi. Beberapa cairan itu bagaikan menyembur dari liang senggamanya, aku mundur sebentar, melihat bagaimana bentuknya vagina yang sedang mengalami orgasme.
Tegang, merah, basahaE| berkedut-kedut, cairan pun membanjir sampai ke kedua pahanyaaE|.. mengalir dengan banyaknya sampai ke mata kakiaE| Aku pun tidak tahan melihat keadaan itu, cepat aku berdiriaE| mengasongkan kemaluanku yang sudah tegang itu ke arahnya.
Ia memelukku, terasa tubuhnya bersimbah peluh, wajahnya yang memerah karena baru melepas nikmat itu disusupkannya ke leherku. Memelukku semakin kuataE|
aEsPuaskanlah dirimu, Kak!aEt
Aku pun mendekap tubuh sintal itu semakin erat. Rasa nikmat berkecamuk di titik kemaluanku. Terasa semakin menegang dan mengerasaE|. Tapi aku ingin merasakan sensasi yang lain.
Kuturunkan kepala gadis itu ke bagian itu. Ia menurut, perlahan ia menyusuri tubuhku dari dada terus turun ke bawah. Seperti yang kulakukan tadi, mulutnya menciumi perutku dan terus turunaE| sesampai di bagian itu ia memandangi penis yang selama ini selalu dia senangi.
Ia menengadah.. memandangku dengan senyuman nakalaE|. aEsBesar sekali punyamu, Kak! Ini untukku untuk selamanya,aEt katanya sambil mengelus dan mulai meremas pangkalnya. Aku terkesiapaE| jemari lembut itu mulai mengocok-ngocok kemaluanku dengan penuh cinta.
aEsNikmatilah, Kak! Aku ingin kamu menikmati dan merasakan kenikmatan seperti yang aku rasakan, kamu milikku, tidak boleh untuk orang lainaE|.aEt Aku mengangguk sambil tersenyum, perempuan kalau sudah cinta dan ingin pasti mau melakukan apa saja.
Perlahan ia mulai mengocok pengkal kemaluankuaE| sesekali ia mengecup bagian kepalanya yang seperti topi baja itu. Lembut dan penuh kasih sayang. Beberapa kali pula ia menempelkannya di pipi sambil matanya terpejam.
aEsOhh.. inilah yang aku impikan selama ini. Kepunyaanku milik kekasihku yang perkasaaE|aEt
Kemudian ia meningkatkan kocokannya, kedua jemari tangan menggenggam dan meremas-remas menimbulkan rasa geli luar biasa. Kemaluanku semakin menegang menahan nikmat.. keras dan enak.
Gadis itu sangat lihai mempermainkan jemarinya, seolah dia turut merasakan apa yang kurasakan. Sambil terus jongkok dan menciumi pangkal kemaluanku jemarinya terus juga digesekkannya.
Akhirny aku pun tak tahan lagiaE| aku merenggut rambut di kepalanya, tubuhku pun menegang. Aku mendorong pantatku ke depan, pahaku mengejang menahan sesuatu yang bakal kukeluarkan.
aEsCenitaE|aEt kataku sambil mencengkram rambutnya. Ia menatapku, wajahnya tepat di ujung kemaluanku yang sedang dicengkeramnya. Gadis itu tersenyum kecilaE|. Dia senang menatapku yang sedang dalam puncak nikmat.
Maka, sambil setengah terpejam, aku pun mengeluarkan segalanya, kemaluanku meledak dalam genggaman tangan Cenit, menyemburkan air manikyang sangat banyak, mengenai seluruh muka gadis itu. Sebagian ada yang menyembur dan kena ke rambutnya. Kelopak mata gadis itu berkedip menahan serangan air mani yang mendarat di wajahnyaaE|
aEsHhhhaE|hhhh.hh,aEt perlahan nafasku mulai teraturaE| puncak itu sudah sampai, nikmat tak terlukiskan kata-kata.
Cenit bangkit berdiri dan menuju pojok ruangan. Paha dan pantat mulusnya nampak gemulai ketika ia melangkah. Gadis itu mengambil baju, mengusapkannya di wajah yang penuh cairan mani. Menoleh ke arahku sambil tersenyum, kemudian berjalan ke arahku. Merentangkan kedua tangan, memelukku dan menempelkan pipinya di pipiku.
aEsEnak ya, KakaEt
Aku mengangguk, memeluk tubuh yang masih bersimbah peluh itu. Memandang matanya lekat-lekat. Ia membalas tatapanku, aEsAku sangat mencintaimu, Kak. Kaulah milikku dan milikilah aku selamanyaaE|aEt
Entah berapa lama kami berpelukan sambil berdiri.
Ketika angin berdesir melalui kisi-kisi jendela, terasa semuanya sudah mengendur. Jiwa dan raga sudah terpuaskan. Sekarang waktunya merapikan pakaian, duduk mengobrol di ruang tamu. Sebentar lagi teman-teman kost kekasihku akan pulang. Kami akan mengobrol di ruang tamu, bercanda, seperti tidak ada kejadian apa pun sebelumnya.
Tiba-tiba gadis itu berdiri seperti tersentak kaget. Ia memandangku sambil tersenyum kecil. Aku tak mengerti ketika ia menunjuk dengan sudut matanya ke arah lantai. Ha ha haaE| hampir lupa, cairan itu masih berserak di lantai. Buru-buru ia pergi ke belakang dan kembali dengan secarik kain. Perlahan dia lap lendir-lendir itu dengan kain tadi.
aEsIni punyakuaE|aEt katanya sambil menunjuk setitik cairan. aEsDan ini punyamu, Kak!aEt hehe aku tersenyum. aEsDari mana kamu membedakan keduanya?aEt tanyaku sambil mengambil sebatang rokok.
Seraya bangkit dan tertawaaE| aEsPunya perempuan dan laki-laki jelas beda. Punyaku lebih beningaE|aEt
aEsTapi punyaku lebih enak kan?aEt kataku bercanda.
aEsIya dong sayangaE|. aEt katanya seraya menghampiriku dan mengusap wajahku penuh kasih dan sayang. aEslain kali kita masukin ya . Kak. Aku ingin lebih menikmatinya..aEt bisik gadis itu, aEsAku ikhlas demi KakakaE|aEt bisiknya lagi di telingaku. Ia melingkarkan tangannya di leherku, aku pun memeluk tubuh sintal dan bermandi peluh itu lebih erat.
Malam belum begitu larut ketika aku dan Liani sedang asyik bercinta di ruang tamu rumah kostnya. Tubuh montok gadis itu terbaring pasrah di atas dipan sederhana yang terletak di salah satu sudut ruangan. Sedari tadi punyaku keluar masuk menyelusuri seluruh lipatan kemaluan gadis itu.
Berkali-kali gadis itu menggeram menahan rasa. Lipatan basah dan hangat itu terasa sesekali menyempit. Dia sungguh menikmatinya gesekan-gesekan itu, aku juga. Yang hebatnya, gadis satu ini sepertinya tidak memerlukan foreplay. Kami langsung melakukannya begitu saja. Cukup dengan tatapan mata, kami sudah tahu apa yang kami inginkan, kepuasan di malam yang basah oleh rintik hujan ini.
Jam delapan malam aku ada janji dengan Cenit kekasihku untuk bertemu di rumah kost khusus putri ini. Padahal malam ini bukan malam minggu seperti biasanya kami bertemu. Tapi dia sms aku minta ketemuan, ada yang penting katanya. Aku paham yang penting itu apa.
Yang aku tidak mengerti ketika aku tiba di rumah kost itu, ternyata dia tidak ada. Liani teman sekost nya yang menyambutku. Dia suruh aku masuk dan ketika kutanyakan kemana Cenit, dia bilang sedang keluar sebentar, ada perlu dan dia pergi dengan Rinay kawan sekampungnya. Dia bilang, kata Liani, suruh tunggu saja nggak akan lama kok. Liani, gadis lain desa yang bertubuh tinggi semampai berkulit putih dan berambut panjang itu menyuruhku duduk.
Tak lama dia pergi ke belakang , mau bikin minum katanya. Aku manut saja seraya mengambil sebatang rokok. Diam-diam kerhatikan tubuh gadis itu dari belakang ketika berlalu. Cukup lumayan, tinggi dan lumayan montok. Apalagi malam ini dia hanya menggunakan sehelai baju tidur sebatas lutut tanpa lengan. Menampakkan gumapalan-gumpalan indah khas gadis desa yang terbiasa bekerja cukup keras.
Tak terasa aku menghela nafas sambil menyaksikan pemandangan tubuh Liani yang gemulai menuju ke ruang belakang yang agak gelap itu. Pantatnya lumayan besar dan berisi, sementara kedua betis tampak putih mulus dengan tumitnya yang kemerahan. Kalau tidak ingat Cenit kekasihku, mungkin gadis ini pun sudah kupacari, tapi katanya dia sudah punya pacar, entah siapa aku belum pernah ketemu dengan lelaki yang katanya jadi pacarnya itu.
Tak lama kemudian gadis itu kembali sambil membawa nampan dengan segelas air putih. aEsMaaf, Bang, cuma ini yang aku sediakan,aEt katanya sambil setengah embungkuk meletakkan gelas itu di meja di hadapanku.
Tanpa sadar belahan dada gaun tidur gadis itu agak melorot, menampakkan dua bulatan putih yang mau tidak mau merasuk ke mataku. Kuakui tubuhnya sangat sintal. Walaupun tinggi semampai, tubuh itu tampak padat dan berisi. Buah dadanya tampak menantang tatkala ia berdiri.
Liani mengibas-ngibaskan rambut panjangnya di depanku. Bibirnya tersenyum. aEsAda perlu apa, Bang? Kok tumben nggak malam mingguan ke sininya?aEt tanyanya sambil membenahi rambutnya yang indah itu. Ia menatapku dari sudut matanya.
Gadis yang satu ini memang memanggilku dengan sebutan aE~BangaE?, tidak seperti yang lain memanggilkuaE?KakakaE?. Aduhai tubuhmu Liani sangat sintal dan lagak lagumu malam ini seperti bukan kepada orang lain saja.
Gadis itu duduk dengan santainya di depanku sembari memegangi nampan di perutnya. Tak ada canggung sedikit pun ketika mengangkat kedua kakinya dan membiarkan gaunnya yang selutut itu tertarik sampai ke batas paha. Aku menelan air liur ku sendiri. Di rumah kost yang sepi ini hanya kami berdua sementara Cenit dan Rinay entah ke manaaE|.
aEsMasih lama mereka kembali, Liani?aEt tanyaku asal saja sambil meraih gelas minumku. Gadis itu menatapku lurus-lurus di mataku. Entah apa yang ada dalam benaknya malam ini. aEsEntah.aEt Katanya sambil menggeliat, merentangkan tangannya, kedua pangkal lengannya terangkat ke atas menampakkan ketiaknya yang bersih.
aEsMungkin dua puluh menit atau setengah jam lagi mereka kembali. Katanya ada perlu, Bang.aEt Gadis itu menguap dengan enaknya di depanku. Kemudian ia menengadah menampakkan lehernya yang putih mulus itu. Hmm.. gadis ini agak-agak mirip Chinese walau sebenarnya bukan. Tapi terus terang aku cukup tertarik dengan kesintalannya.
aEsKenapa gitu, Bang? Bosen yaaE| Nggak sabar ingin cepat ketemu.aEt
aEsTahu aja perasaan orangaE|aEt jawabku sambil tertawa kecil.
aEsHmmaE| tahu dong. Nggak sabar pengenaE| aEt
aEsPengen apa, hayo!aEt
aEsPengen aE| aE~ituaE? yaaE| aEt katanya nakal sambil terkekeh.
aEsItu apa? Itu aE| kalau itu kamu juga punya kan?aEt kataku agak sembrono. Gadis itu
merapikan posisi duduknya agak cepat. Tapi kemudian dia santai lagi sambil terus menggeliat, seolah ada kepenatan yang hendak dilepaskan dari tubuhnya itu. Dua gundukan dada itu menyembul dari balik gaun tidurnya yang berwarna biru itu. Tampak tali behanya yang berwarna hitam.
aEsNgeliatin apa sih?aEt katanya sambil memperbaiki tali kutang yang agak melorot di bahunya. aEsNggak.aEt Jawabku sekenanya. Ku lihat ia menatapku tajam. Aku balas menatap. Wajahnya tampak memerah. Aku menahan nafas. Apa rasanya gadis ini? apa bedanya dengan Cenit kekasihku?
Pikiran-pikiran itu berkelebat cepat begitu saja. Seolah dunia sudah jungkir balik. Tak ingat lagi dengan Cenit, dengan Rinay temannya yang barangkali akan pulang. Aku pun bangkit, meraih tangan gadis itu. Liani diam saja, tapi dia tersenyum sambil tertawa sedikit.
aEsNggak ada waktu, KakaE|aEt katanya pelan tapi membalas remasan tanganku. Kuselipkan jemariku di jemarinya, dia membalas. Matanya menatapku seolah mengatakan, kalau ingin melakukannya lakukanlah sekarang juga mumpung Cenit dan Rinay belum pulang. Dan itu tidak masalah apakah mereka akan tahu atau tidak, aku pandai menjaga rahasia.
Bisikan-bisikan itu mengiang di telingaku semakin membuat gairahku bangkit. Apalagi jika kulihat tubuh Liani yang montok dan dadanya yang naik turun menahan nafas yang mulai terengah.
Semakin lama remasan semakin erat. Tubuh kami semakin merapat dan terasa tubuh gadis itu memanas. Entah oleh nafsu entah oleh hasrat yang tertahan. Tidak, aku tidak akan menyia-nyiakan kehangatan yang disuguhkan gadis ini, meski bukan kekasihku, tapiaE| perselingkuhan selalu terasa nikmat.
Dia memang beberapa tahun lebih tua dari gadisku, cenderung lebih dewasa, tapi tak kusangka dia menyimpan kehangatan dan hasrat memadu cinta yang begitu terpendam dan panasnya memancar di malam ini.
aEsKakaE| di dipan itu aja, yuk.aEt Ajaknya. Senyumannya dari wajahnya yang memerah kelihatan agak genit. Aku setuju, walau pun cuma dipan beralas kasur tipis jadilah. Yang penting aku bisa menikmati tubuhnya malam ini.
Maka, seperti orang kesetanan sambil berpeluk erat kami melangkah ke arah dipan. Di pinggir dipan ia melepaskan pelukanku, dan perlahan tapi pasti menurunkan gaun tidurnya.
Aku hanya bisa memandang mengagumi tubuhnya yang putih mulus dan penuh padat berisi itu. Sementara menurunkan celana dalamnya ia memandangku sembari menatap ke arah bawah. Oh, aku belum membuka celana panjangku, terlalu mengagumi kemolekannyaaE|.
Tak lama kemudian kami sudah berpelukan hampir tanpa busana. Dia berada di bawah dalam posisi tradisional. Siap dan menanti untuk dimasuki oleh lelaki yang bukan kekasihnya ini.
Kalau Cenit memerlukan fore play yang cukup lama sebelum terbangkitkan, dia barangkali tidak memerlukan itu. AtauaE| aEsKalau malam beginiaE| aku selalu membayangkan bersamamu, Bang. Bisiknya di telinga, kedua tangan melingkar erat di leherku. Pipinya menempel erat dipipiku.
aEsBenarkah?aEt jawabku sambil mencium pipi hangat itu. Liani mengangguk. aEsKadang bayanganmu begitui jelas seolah merasuki tubuhkuaE|. Kalau begitu aku sukaaE| emmh.. basah, Bang.aEt
aEsOh, ya?aEt
aEsIyaaE| coba kamu rasakan, Bang.aEt Katanya sambil menggerakkan pantatnya, menggesekkan tumpukan kemaluannya di batang penisku. Ya, terasa hangat dan basanaE|
aEsSebelum kamu datang, aku sudah membayangkan dirimu.. emhhmmmaE| tanpa sadar aE~diaaE? pun aE| sudah basahaE| Aku mencium telinga Liani, dia seperti merinding., tubuhnya menggelinjang karena merinding kegelian.
aEsKadangaE|aEt bisiknya lagi, aEsKeluar banyak sekali, sampai membasahi celanakuaE| sekarang juga udah begitu, Bang.aEt
Ya, aku rasakan itu, sangat hangat dan sangat basah. Penasaran aku menyelusupkan jemariku ke daerah itu. Ya ampun! Sepertinya aku memasukkan tanganku ke seember lumpur yang hangat. Tak disangka, gadis pendiam ini ternyata menyimpan bara begitu panas. Sebuah rahasia yang selama ini dia pendamaE|
aEsMasukkan punyamu, Bang!aEt pintanya aE| aEsAku udah gak tahan lagi, sedari tadi aku menahan rasa terhadapmuaE| jangan sia-siakan malam iniaE| walau sebentar, aku akan puasaE|.aEt
Gadis itu menggelinjang sekali lagi, membetulkan posisi berbaringnya dan membuka pahanya sedikit lebih lebar agar mudah aku menggelosorkan kemaluanku ke liang senggamanya yang hangat itu.
Terasa meluncur dengan lancar memasuki kemaluan gadis itu. Terus masuk dan membenam sambil ke celah yang paling dalam. Gadis itu mengetatkan pahanya dan pantatnya mulai bergoyang ke kiri da ke kanan.
Tubuhnya terasa semakin memanas. Pelukannya begitu erat dan buah dadanya yang menempel menekan ke dadaku. Dia sudah begitu bernafsu, nafsu yang di pendam lama dan ingin di lepaskan dalam pelukanku malam ini juga.
Terus terang di menit-menit penuh cinta itu aku tidak ingat lagi dengan Cenit. Gadis ini butuh dipuaskan. Hasrat yang sudah menyeruak tidak bisa lagi di tarik surut ke dalam. Segala rem sudah di lepas dan kami pun melayang tanpa kendali menikmati semuanya malam iniaE|.
Kurasa hujan di luar semakin deras. Titik air yang berjuta-juta itu seolah berlomba terjun ke bumi menimbulkan suara gemuruh tidak henti-hentinya. Tapi gemuruh itu tak sedahsyat gemuruh nafsu kami berdua, aku dan Liani yang tengah menikmati cinta.
Entah sudah berapa kali batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya. Sudah berapa kali pula dia menggepit-gepit dan memelukku dengan erat dengan kedua tangannya. Entah berapa kali ia terengah dan menggelinjang menggeram penuh nikmat.
aEsHhhhhhaE| ehhhhhhh..hhhhhhaE|.aEt erangnya setiap kumainkan dan kutekan pantatku ke kemaluannya. Luar biasa, setiap tekanan ke bawah di balasnya dengan tekanan ke atas.
Kurasa sudah sepuluh menit aku mengayun pinggul di atas tubuhnya. Liang kemaluannya terasa semakin rapat dan sangat licin, mencengkram kuat batang kemaluanku yagn menegang.
Aku kendurkan sedikit gerakanku. Mengalihkan perhatian ke tubuh bagian atas. Liani mengerti, ia meregangkan tubuhnya menarik kepalanya ke belakang, membiarkan buah dada besar yang putih berkeringat itu meenyeruak dari pelukanku. Buah dada gadis desa yang besar dan kenyal, tidak seperti payudara anak-anak kota yang besar tapi loyoaE|.
Dua gumpalan kenyal itu pun kusergap dengan mulutku. Ku lahap dan kukunyah-kunyah sepuas hati. Putting susunya yang merah itu ku kulum dan kuhisap-hisap sambil kugigit sedikit.
Hanya sebentar saja, gadis itu menjerit tertahanaE|.
aEsOhhh.. geli, Bang!aEt aku terus mengulumaE|. Berganti ke kiri dan ke kanan, kemudian tanganku pun meremas-remas pangkal payudara Liani dengan gemas. Sangat kenyal, hangat dan enak rasanya.
aEsAku udah gak tahan lagiaE| Bang,aEt rintihnya lirih, tubuhnya semakin panas dan berkeringat, tubuhku juga sama. Dalam hawa malam yang cukup sejuk karena hujan itu seolah tubuh kami mengeluarkan uap. Tubuh bugil bermandi keringat yang mengebulkan asap nafsu birahi tak tertahankan.
Setelah puas dengan buah dada kenyal itu, aku memeluk punggung gadis itu. Kurasa dia mengangkat lututnya, menggepitnya di pantatku. Kemudian ia menurunkan kedua tangannya dan memelukku di pinggang.
aEsTekan-tekan lagi, BAng.aEt pintanya.
Aku juga sudah pingin merasakan gesekan kemaluannyai. Sambil saling berpagut erat aku mengayunkan lagi pantatku di atas rengakahan pahanya yang montok itu. Dia pun semakin menggepitk-gepitkan kakinya.
Sekarang kami konsentrasi ke setiap gesekan, setiap lipatan, setiap senti dari liang kemaluan Liani. Malam ini sunguh hanya milik kami berdua. Gesekan-gesekan itu semakin lama semakin berirama. Sementara Liani melakukan aksi yang menambah kenikmatan, ia menggepitaE| lalu menahan. Gepit tahan gepit tahanaE|. Oh tak terlukiskan enaknya bercinta dengan gadis ini.
Gesekan itu semakin intens kami lakukan. Sampai-sampai kami tak sadar kalau hujan sudah berhenti. Malam di luar terasa heningaE|. Tapi di atas dipan yang berbunyi kriak-kriuk ini dua tubuh saling memompa berpacu mengejar waktu. Takut kalau Cenit dan Rinay keburu pulang.
Aku pun mempercepat ayunankuaE| sehingga di malam yang menjadi sunyi ini terdengar jelas suara penisku yang keluar masuk ke kemaluan Liani. Beradu rsa dalam limpahan cairan kemaluan Liani..
aE~Crekk.. Crekk.. Crekkk. CrekaE|Crekkk.. CrrekaE|.
Kejantananku naik turun menggesek lipatan-lipatan dinding kemaluan gadis itu. Bunyinya terdengar jelas sekali di telinga kami berdua. Sesekali kutekan akan kuat, gadis itu membiarkan dan menerima tekanan itu, menggeolkan pantatnya berkali-kali agar kelentitnya lebih tersentuh pangkal atas kemaluanku yang keras.
aEsTekan terus, Bang.. aihhaE|aEt
Aku menekan lagi sambil menggerakkan pantat ke kiri dan ke kanan. Mungkin dia merasa gatal dan ingin gatal itu digaRinay sampai tuntasaE|. PenggaRinaynya adalah batang kemaluanku yang dia cengkram dan dia benamkan sedalam-dalamnya.
aEsOhhh..ohhhhhhhhh,aEt lolong gadis itu melepas nikmat. Seluruh liang senggamanya berkedut-kedut dan sembari menggepit kuat. Tubuh Liani menggelinjang dan menegang menahan rasa enak ketika ia mengeluarkan air mani kewanitanya.
aEsEughhhaE|hhhhhaE| euuughhhhhaE|.. ahhhhhaE| aEt rintihnya sambil menyurupkan wajahnya ke leherku, lehernya nafasnya menderu, air liur berceceran dari bibirnya yang merah.
Saat itulah aku pun bersiap hendak keluar dan menyemburkan kenikmatan di kemaluanku. Tapi sesuatu menyebabkan aku berhenti aE|Masih dalam keadaan bersetubuh dengan LianiaE| ada sekelebat bayangan melintas. Aku memandang dengan ujung mataku, di lantai tampak ada dua bayangan seperti diam terpaku. Aku pun terkejut aE| bayangan siapa itu?
Perlahan kulihat wajah Liani yang matanya masih setengah terpejam. Kemudian matanya perlahan terbukaaE| Dia pun melihat bayangan itu dan menatap langsung ke ruang tengah. Samar-samar di bola matanya yang hitam itu kulihat dua sosok berdiri menatap ke arah kami.
Itu bayangan Cenit dan Rinay! Rinayanya sudah beberapa menit tadi mereka berdiri di sana, menatap kami yang sedang asyik memagut cinta. Apakah mereka tadi mendengar juga.. bunyi crekaE|crekk.crekk.. alat kelamin kami yang sedang berkelindan? Entahlah, aku tak berani membayangkan hal itu.
Anehnya, meski pun Liani sudah tahu kehadiran mereka, dia diam saja. Tidak memberi tanda bahwa kekasihku dan temannya sudah pulang. Bahkan seolah membiarkan mereka menonton kami yang sedang beradegan mesra di atas ranjang.
Terdengar bunyi deheman kecil, dehem khas suara perempuan. Seolah memaklumi kami yang masih dalam posisi senggama ini. hmmmaE| aku tahu itu suara Cenit, aku bisa membedakannya.
Sedetik dua detik aku tak tahu apa yang harus kuperbuat, kemudian Liani melakukan sersuatu yang tidak kuduga. Dia seperti melambaikan tangan dari balik punggungku. Menyuruh kedua aE~adikaE? kostnya itu masuk ke kamaraE|
aEsTeruskanlah, Bang. Nggak apa-apa, kokaE|.aEt Bisiknya di telingaku. aEsNgapain malu.. kita kan sedang enak, kamu enak aku enakaE|. Mereka juga pasti maklumaE|.aEt
Oh, ya? Bercinta dengan orang yang bukan pacar, dan dilihat oleh mereka pula? Apa pula ini?Exibit kah ini? Ya, sudah! Aku gak sempat memikirkan sejauh itu. Kalau bagi Liani tidak apa-apa, dan Cenit serta Rinay pun justru menikmati pemandangan iniaE|. kuteruskan saja.
Perlahan dua gadis itu berlalu, seperti tak terjadi apa-apa, kecuali tawa kecil Rinay yang terdengar. Aku memandangi mereka yang pergi menjauh, tiba-tiba Cenit menoleh ke belakang. Dia menatap mataku langsung, di bibirnya tersungging senyuman yang aneh aE| di situasi seperti iniaE| senyum yang tampak nakal.
Aku tak tahu apa akan terjadi sesudah ini, bagaimana hubunganku dengan Cenit? Bagaimana pula aku akan menemui mereka setelah aE~permainanaE? penuh keenakan ini? Tak bisa lagi aku berlagak seperti seorang lelaki yang setia hanya pada satu perempuan. Tapi tampaknya Cenit pun tak keberatan jika aku mengencani kakak kostnya Liani.
Ah. Dunia ini memang anehaE| di tempat yang tampaknya biasa-biasa saja ternyata tersimpan bakat-bakat cinta yang terpendam yang menanti untuk dikeluarkan dan dinikmati setiap lelaki semacam aku. Aku tak tahu harus bergembira atauaE| entahlah!
Aku meneruskan permainanku dengan Liani. Gadis itu sudah sampai ke puncak syahwatnyaaE| kini giliran aku. Perlahan-lahan aku mulai memompa lagi aE| kemaluanku naik turun menggesek kemaluan Liani yang basah itu. Bunyi crek.. crek.. crek.. creeeekaE| terdengar ke segenap ruangan.
Aku agak termangu mendengar suara ituaE| tidakkah akan sampai ke telinga mereka berdua yang sekarang sudah ada di kamarnya?
aEsTerusin aja, BangaE|.. Kalo enak ngapain juga di berhentiinaEt bisik Liani seolah hendak menghapus keraguanku. Maka aku pun meneruskan lagi, kali ini dengan irama yang lebih cepat danaE| tak lama kemudian creettaE|crettttaE| sambil menekan aku keluarkan air maniku di dalam kemaluan Liani yang mencengkram erat itu. Oh nikmatnya.
Beberapa menit telah berlalu. Sesudah menghapus keringat di dadaku Liani mengenakan pakaiannya. Kemudian sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia merapikan rambutnya yang kusut masai. Wajahnya tampak puas. Sangat puas telah beroleh kenikmatan yang selama ini didambakannya. Seraya membetulkan tali beha dan menyempalkan payudara besarlnya ia berkata.
aEsBang, aku masuk dulu ke dalamaE|. Nanti Cenit kusuruh keluar, ya!aEt
Aku hanya mengangguk mengiyakan, gadis itu pun bangkit dan berlalu dari hadapanku. Sementara aku duduk termangu sambil menghisap sbatang rokok. Tak lama kemudian Cenit keluar menemuiku, kali ini tidak memakai busana yang dikenakannya tadi, tapi sudah berganti dengan gaun tidurnya yang berwarna pink. Bahannya yang halus menampakkan lekuk tubuhnya yang seksi. Aku menelan ludahaE| pasti dia bakal marah karena kelakuan kami tadi.
Dia hanya tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. Tak tampak tanda-tanda emarahan di sana. sejenak dia hanya diam.. kemudian tiba-tiba dia bangkit dan aE~menyerbuaE? ke arahku.
Melingkarkan tangannya di leherku dan menciumiku penuh nafsu. Aneh, dia tidak marah, bahkan setelah melihat kami bercinta seolah nafsunya bergelora ingin dipuaskan juga.
aEsCenitaE| maafkan.. aku telahaE|aEt belum sempat kuselesaikan kalimatku dengan bernafsu dia mencari bibirku dan menciuminya dengan garang. Oh,aE| gelagapan aku dibuatnya. Aku tidak tahu, apakah dia marah atau sudah terangsangaE|. Aku balas ciuman itu, lidahnya terjulur dan bertemu dengan lidahku. Beberapa saat lamanya lidah kami berjalin berkelindan seperti tak mau lepas. Dengan rakus pula dia hirup air liurku, meneguk dan menelannya. Setelah puas giliran aku yang menghisap cairan mulut itu. Setelah itu kami melepas ciuman dan saling memandang selama beberapa saat.
Tanpa banyak berkata-kata dia menurunkan gaunnya ke bawah, menampakkan dua gumpal buah dada yang tidak memakai beha. Putting susunya meruncing dan tegang.
aEsAku terangsang sekali melihat kalian berdua tadiaE|. aEt katanya terengah sambil mengasongkan kedua susunya ke arahku. Aku pun menyambut, tangan kiriku meremas dan mulutku mengulum puting susu yang satunya. Tiba-tiba gerakankuterhenti. Dengan wajah kaget Cenit menatapku heran. Aku lupa mematikan puntung rokok yang ku hisap tadi. Gadis itu tersenyum dan kamipun melanjutkan permainan hangat ini. Buah dada besar montok dan kenyal itu kukunyah sepuas hati.
Cenit mendesah keenakan. Jemarinya mencengkram kepalaku, mengusutkan rambutku. Masih dalam posisi duduk ia mengangkang .. melepas gaunnya yang sudah setengah terbukaaE|. Dia pun tidak bercelana dalam sehingga gundukan vaginanya yang tebal dan tidak berambut itu merekah di depanku.
Cairan bening meluap keluar. Mengalir di sela-sela celah kemaluannya. Di tak pedulikannya. Dibiarkan lendir bening itu mengaliraE|. Bahkan dia menyuruhku untuk memegangnyaaE| jemariku menyelusup ke liang senggama Cenit, hangat dan sangat basah oleh cairan pelicin.
Kusentuh klentitnya yang merah dengan ujung jemariku. aEsAkhhaE|.aEt Cenit melolong tertahan. aEsGeli, Kak!aEt desahnya tersentak. Kemudian sembari memeluk leherku, dan mencium keningku dia mengajakku ke dipan tempat aku dan Liani tadi bercinta.
Tak banyak cingcong kurengkuh dan kugendong tubuh hangatnya ke dipan itu. Di sana dia kubaringkan. Tapi ketika aku hendak membuka celana, tiba-tiba ia mendudukkan tubuhnya yang sudah bugil itu. Aku heran, apa yang akan dia perbuat.
aEsBukalah celanamu, Kak!aEt katanya tak sabar sembari menarik resleting celana panjangku. Setela memelorotkan celana dalamku, dengan sangat bernafsu ia memegangi pangkal kemaluanku yang kembali menegang.
aEsBesar dan nikmataE|.aEt Seru Cenit sambil meremas-remas kemaluanku.
aEsSekarang gilirankuaE|aEt katanya agak keras.
Ia turun dari dipan dan berdiri di sampingku, di dorongnya dadaku ke arah dipan, menyuruhku berbaring disana. Aku menurut. Setelah aku berbaring, Cenit pun menaikkan sebelah kakinya dan mengangkang di atas. Perlahan dia menekuk tubuhnya dan memelukku dari atas.
aEsMasukkan, Kak.aEt Pintanya dengan nada gemas. Ia memegang batang kelaminku itu dan memasukkannya ke dalam liang kemaluannya. Kemudian dengan agak kasar dia menghenyakkan pantatnya ke bawah agar kemaluanku masuk lebih dalam ke tubuhnya.
aEsEhhhhhaE|. HhhhhaEt desahnya kacau seperti anak kecil yang rakus menetek di susu ibunya. Dalam posisi di atas dia menaik turunkan pantatnya dengan cepataE| ohaE| batang kemaluanku di cengkram dan di gesek-gesek seperti itu. Geli rasanya.
Posisi di bawah jarang aku lakukanaE|. Tapi kali ini aku menerima saja, karena tadi sudah lumayan capek meladeni Liani. Kali ini Cenit yang giat menekan-nekankan pantatnya, maksudnya supaya punyaku masuk lebih dalam.
Sembari memelukku erat, ia terus mengempot-ngempotkan pantatnya. Bunyi crek crek crek terdengar lagiaE| kali ini bahkan di tingkahi oleh jeritan-jeritan kecil yang keluar dari mulut kekasihku.
Aku terus berbaring sembari meremas-remas pantatnya yang mulai berpeluh itu. Cairan vagina terasa terus merembes dari kemaluan Cenit. Dia sudah sangat terangsang. Liang kemaluannya sangat basah dan panas. Sesekali ia menekan dan menahan. Seolah hendak melumat habis seluruh kemaluanku dengan vaginanya. Terang saja aku pun semakin keenakan.
Diam beberapa saat menahan tekanan, dia pun mengendurkan dan memulai lagi gerakan naik turunnya. Aku terus meremas-remas pantatnya. Dadanya yang kenyal itu menekan ke arah dadaku, hampir membuatku sesak nafas. Tapi aku pasrah.. lha wong enak rasanya.
Selama sepuluh menit Cenit bergerak naik turun, nggak cape-cape kelihatannya. Tubuhnya semakin basah oleh keringat, bahkan wajahnya sudah dipenuhi keringat sebesar-besar biji jagung. Sebagian mengalir ke ujung hidung dan menitik menimpa wajahku. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang tergerai..
Aku mencoba memiringkan kepala mencoba mengurangi titikan keringat di wajahku. Pada saat itulah kembali aku terkesiap. Di ujung ruangan, di pintu kamar Cenit, tegak sesosok tubuh perempuan menatap kami dengan matanya yang bulat.
Mata besar milik Rinay, teman sekost Cenit. Dia menatap kami tanpa berkedip. Tangan kanannya tertangkup di dada. Sementara yang kiri tampak meremas-remas ujung gaun tidurnya yang di atas lutut.
Ketika kami saling memandangaE| dalam posisi Cenit masih di atas dan asyik dengan empotan-empotannya. Perlahan tangan kiri Rinay mengangkat ujung gaun merahnya. Terus terangkat ke atas menampakkan paha gadisnya yang padataE|
Entah sadar entah tidak gaun itu sudah sedemikian terangkat, sehingga aku bisa melihat celana dalam yang tersingkap. Kemudian ia menarik pinggir celana dalam ituaE| menampakkan segumpal tumpukan daging berbulu dengan celah merah di tengahnya.
Ujung jemari menyentuh bagian tengah celah itu. Menekannya dan memutar-mutarnya sedikit. Ya ampunaE| kemudian dia menatapku.. dengan mata setengah terpejam.
Saat itulah Cenit menengadahaE|. Dan menyurukkan kepalanya ke leherku, memelukku kuat dan mulai mendesah berkepanjangan. Pantatnya menekan kuat sampai seolah kemaluanku mau ditelannya sampai habis.
aEsKak.. enak sekali.. ahhaEt terasa kemaluan Cenit berdenyut hebat, tubuhnya bergetar tak kuasa menahan nikmataE| nafasnya sangat memburuaE| dan..
Dia pun lunglai dalam pelukankuaE|. Sementara air mani gadis itu mengalir tak tertahankan, meluap dan mengalir membasahi sampai bagian perutku.. aku peluk gadis itu di punggungnyaaE| membiarkan ia mengendurkan syaraf setelah ia tadi sangat tegang menikmati puncak orgasmenya.
***
Sampai beberapa menit kami masih berpelukan, kejantananku yang masih tegang itu masih berada di dalam aE?sangkaraE?-nya. Cenit diam tak bergerak dalam pelukanku, sepertinya dia lupa ada sesuatu yang bersemayam dalam tubuhnya.
Perlahan gadisku ini mengatur nafasnya yang tidak teratur. Setelah agak redaaE| perlahan dia bangkit dan melepas persetubuhan kami. Lambat ia mengangkat pantatnya ke atas. Perlahan alat kelaminku itu keluar dari vagina Cenit. Ketika sudah keluar seluruhnyaaE|. Cairan vagina yang kental nampak melumuri batang kemaluanku. Ketika bagian aE~kepalaaE?-nya akan keluar terdengar seperti bunyi plastik lengket yang basah akan di lepas..
Clep..crrrllek. Cenit tersenyum mendengar suara itu. Entah suara lipatan kemaluannya atau karena lendir yang begitu banyak melumuri batang kemaluanku.
Ia pergi ke tengah ruangan dan memakai gaunnya kembali, rona wajahnya menampakkan kepuasan yang tiada terkira. Sambil bernyanyi kecil, seperti baru sudah pipis, ia memebenahi rambutnya yang kusut masai. Dan berjalan ke belakang rumah, meninggalkanku yang hendak mengenakan celana dalam ku.
Belum sempat aku memakai celana itu, tiba-tiba Cenit sudah kembali. Membawa sehelai kain sarung dan menyuruhku mengenakannya. aEsPakai ini aja, Kak!aEt katanya seraya mengambil celana panjang dan kolorku, melipatnya dan merengkuhnya dalam dada. Kemudian ia pun kembali ke belakang.
Tak lama kemudian ia datang lagi, membawaku segelas minuman, kalau tadi Liani membawakanku segelas air putih, kali ini Cenit menyuguhiku dengan teh manis. Aku segera mereguknya karena merasa kehausan, bayangkan saja melayani dua wanita secara bergilir tanpa istarahat sama sekali. Capek donk!
Ketika aku meminumnya, alis mataku terangkat, minuman apa ini? Rasanya kok pahit banget? Sebelum sempat bertanya Cenit berkata perlahan, aEsItu sari dari akar Pasak Jagad Kak!aEt
aEsHaa?
Kekasihku tersenyum, itu kan obat kuatnya lelaki, kalau minum jamu itu pasti bakal melek semaleman, kataku sesudah menelan tegukan terakhir. Gadis itu hanya tertawa kecil. aE~Biar aja nggak tidur semalemanaE| besok kamu kan nggak kerja, tidur aja sepuasnya di sini.
Setengah jam kemudian kami masih ngobrol di ruang tamu. Masih terbayang-bayang permainan kami berdua barusan. Tak disangka begitu bernafsunya Cenit, sampai-sampai kuat main di atas hampir setengah jam lamanya, sementara aku anteng aja di bawah.
Tiba-tiba Cenit bangkitaE|aEtKak,aEt katanya, aEsAku ke dalam sebentar.aEt Aku mengiyakan saja, kupikir dia mungkin mau sedikit merapikan dandanannya yang agak amburadul itu.
Aku akan menghela nafas ketika terdengar dia memanggilku dari kamar.
aEsSini sebentar, Kak!aEt
Aku pun bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya, sebelum tiba di pintu kamarnya aku melewati kamar Liani yang hanya dihalangi secarik kain gorden, diam-diam ku singkap tirai kamar itu. Tampak Liani tertidur pulas, masih mengenakan gaun yang tadi, pahanya yang terbuka nampak putih dan mulus.
Kamar berikutnya adalah kamar Rinay, hmmmaE| jantungku berdegup agak kencang. Apa yang dilakukannya tadi ketika aku dan Cenit sedang menikmati seks? Entahlah, aku tak tahu. Tapi aku pengen tahu sedang apa dia sekarang?
Perlahan kusingkapkan juga tirai pintu kamarnya itu. Kasur tempat tidurnya masih tampak rapi, bantal tersusun di tempatnya. Ke mana cewek itu? Kok nggak ada di biliknya? Sedikit heran aku terus melangkah menuju kamar Cenit.
aEsMasuklah, Kak! Jangan malu-malu, aku tahu kamu sudah berada di situ.aEt Kata Cenit lagi, bergegas aku pun masuk ke kamarnyaaE|
Oh di sini rupanya Rinay, dia sedang tidur telungkup di dipan Cenit, sementara cewek ku itu sedang menyisir rambutrnya menghadap ke cermin. Tanpa mengacuhkan aku dia pun menyuruhku duduk di dipan dengan gerakan tangannya.
Dipan ukuran single itu lumayan sempit, apalagi sekarang sudah ada Rinay yang tidur di sana. Cenit berbalik menghadapku, ditatapnya aku dengan tajam. Kemudian perlahan dia mengalihkan pandangannya ke tubuh temannya yang masih telungkup itu.
aEsTerserah kamu, Kak. Mau di sini atau di kamarnyaaE|. Aku ikhlas aja, yang pentingaE|. Dia bisa juga ikut merasakan aE|.aEt
Aku melongo? Dia suruh aku menikmati pula tubuh Rinay!? Tubuh perempuan sintal yang sedang tertelungkup ini? Cenit mengangguk pasti.
aEsKami lihat apa yang kalian lakukan, Rinay pun lihat kita tadiaE| kami bertiga bersahabat, resminya kamu memang milik akuaE| tapi.. berbagi antar sahabat tak ada salahnya, bukan? Lagi pula aku rela kok, selama tidak dengan yang lain selain mereka.aEt
Dalam hati aku cuma bisa mengangkat bahu. Kalau dia sudah mengikhlaskan temannya, dia tidak marah apalagi jadi membenci aku, lagi pula kalau dengan begitu dia jadi terangsang dan menikmati juga, apa salahnya.
Aku berpikir cepat, katakanlah malam ini adalah semacam sex party, dan aku menjadi rajanya sementara menjadi ratuku yang harus kupuaskan, oke saja sih. Hehehe. Kebetulan aku ingin mencobai juga tubuh Rinay yang berkulit sawo terang ini.
aEsAku menunggu di kamarnya,aEt kataku kepada Cenit, cewek itu mengangguk setuju.
Dipan singel Rinay terasa cukup nyaman. Bantalan busanya masih cukup baru, dia memang belum lama kost di rumah ini, mungkin baru setengah tahun. Aku berbaring dengan rileks. Memandangi dinding kamar yang dipenuhi poster Cenit sambil memikirkan apa yang telah kudapat malam ini.
Mula-mula Liani menyerahkan dirinya kepadaku, kemudian Cenit yang memintaku untuk memuaskannya, dan sekarang Rinay, gadis paling pendiam yang jarang ngobrol denganku. Gadis ini pun menginginkan ku pulaaE| hehehe.. dasar gede milik, yeuh
Semilir halus wangi parfum masuk ke hidungku.Terdengar pintu kamar terbuka, perlahan Rinay masuk ke kamar itu. Seperti orang baru bangun tidur. Ia langsung duduk di dipan itu, aEsAda apa, Kak?aEt tanyanya seolah tak mengerti. Aku tersenyum, pandai juga dia menyembunyikan perasaan sebenarnya.
aEsEh, kain sarung siapa yang kamu pakai itu, Kak?aEt
aEsHehe.. ini pemberian Cenit tadi..aEt
Kedua bola mata gadis itu membulataE| menatapku seolah tak percaya. Terus terang saja, dia cantik juga. Rambutnya yang ikal itu dibiarkannya tumbuh sampai sebatas punggung. Meski baru bangun aE~tiduraE? tapi tak mengurangi kesegaran dan pesona cantik yang terpancar di wajahnya.
Aku menarik gadis itu ke pelukanku, tubuhnya terasa berat karena ia seperti menolak, tapi kemudian malah dia yang merangsek dalam dekapanku.
aEsJangan , Kak! Nanti Cenit marah..aEt katanya berbasa-basi.
aEsDia marah kalau aku tidak menayangimu jugaaE|.aEt
aEsKamu bisa aja, Kak!aEt katanya sambil menengadah dan menyentuh pipiku. Aku mengecup bibirnya, dia sangat menikati kecupan kecil itu, matanya terpejam, tubuhnya melunglai, dan aku pun memeluk tubuh sintal itu lebih erat.
Ia membalas pelukanku dan membiarkan bibirnya kulumataE| beberapa kali ia mengeluh nikmat. Terasa tubuhnya bergetar ketika aku mulai merengkuhnya. Kemudian aku pun mulai menyusuri seluruh lekuk dan liku tubuh gadis itu. Semakin lama tubuh itu terasa panas, setiap gumpalan dan tonjolan dagingnya terasa begitu membara dipenuhi gairah terpendam.
Aku membaringkan tubuhnya sementara kedua tangannya terus melingkar di leherku. Nafasnya terdengar agak memburu, gadis ini sudah mulai terangsang. Kuperiksa bagian kemaluannya dengan jemariku. Ternyata belum cukup basah, masih terasa agak kering. Kucumbu dia terus supaya gairahnya lebih menggeloraaE|.
Entah berapa lama kami saling mencium saling menyusup dan berkelindan, aku pulang suka buah dadanya. Sangat kenyal, besarnya pun sedang saja, tapi putting susunya sangat kecil, hanya sebesar biji kacang hijau. Tampak sekali putting itu sudah mengeras.
Ketika kuremas-remas buah dadanya, wajah gadis itu menengadah, matanya terpejam rapat, bibir agak terbuka. Setiap remasan adalah rangsangan bagi tubuh segar ini. Semakin intensif aku meremas, semakin intens juga dia menikmatinya. Ketika kuraba kemaluannya, lendir pelicin yang kental sudah mulai keluar.
Perlahan aku mengusap-usap jembut halus yang tumbuh di sana. Sesekali agak kutekan agar menyentuh bagian klentitnya. Tuibuhnya menggelinjang karena geli.
Perlahan tapi pasti cairan pelicin itu mulai keluar, merembes ke permukaan dan mengakibatkan jembut-jembut halus itu terasa mulai kuyup. Hmmm.. Rinay sudah siap untuk dimasuki. Sambil memegang pangkal kemaluanku aku pun memasukkannya. Terasa licin dan rapat. Batang kemaluanku seperti menembus lipatan daging hangat yang basah oleh lendir.
CreepaE|. Masuklah aku ke tubuh Rinay. Gadis itu melepas nafas panjang, merasakan nikmatnya gesekan di kemaluannya. Entah kenapa aku sangat-sangat terangsang dengan gadis ini, mungkin ini bukan yang pertama baginya, tapiaE| dia melakukannya seperti baru untuk pertama.
Sepuluh menit pertama kami mengadu rasa, menggesek-gesekkannya dengan gerakan rutin. Sementara Rinay pasrah saja sambil memelukku dan membenamkan wajahnya di leherku. Nafasnya semakin lama semakin memburu, tubuhnya semakin panas. Titik-titik keringat mulai keluar dan lama-lama peluhnya semakin membanjir.
Kota kecil ini memang lumayan panas meski di malam hari, apalagi rumah kost itu tidak berAC, tubuhku pun kembali berkeringat. Tapi kami tak peduli, kami terus berpelukan menikmati pergumulan itu.
Kami masih bergumul ketika akhirnya memasuki tahap kedua. Kukeluar-masukkan penisku secara berirama di liang kemaluannya yang pasrah itu. Gadis itu memelukku lebih kuat. Tak peduli dengan tubuh yang bersimbah peluh.
aE~CrekecrekecrekaE|aE?. Sepuluh menit lamanya aku menggesek-gesek kemaluan Rinay dengan kemaluanku. Terasa punyaku semakin menegang keras. Kemudian aku menekanaE| Rinay membalas dengan mengempot ke atas. Menggerakkan pinggulnya berputar-putar, ganas sekali putarannya. Aku naik turunkan lagi pantatku beberapa kali, kemudian kutekan dalam-dalamaE|.
aEsAhhhaE|,aEt gadis itu mendesah nikmat. Kemudian membalas lagi dengan tekanan ke atas, sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan kekanan. Lipatan kemaluannya yang hangat terasa semakin kenyal dan licin.
Beberapa kali kami melakukan itu, aku pun jadi tak tahan. Tapi dia belum mencapai puncak. Aku akan membuat dia duluan merasakan kenikmatan.
Aku pun semakin aktif mengocok dan menekan memek Rinay. Tulang kemaluan kami beradu, bibir kemaluanya yang tebal menahan tekanan itu dengan nafsu, terasa hangat dan sangat basah karena lendir mani Rinay sudah melimpah sedari tadi.
Dua menit kemudian gadis itu melolong merasakan vaginanya berdenyut nikmat.. aEsOoohhhhhaE|.aEt
Aku membantunya dengan menekan semakin dalam. Rinay pun membenamkan tubuhnya ke kasur, menahan tindihanku sambil melepas nikmat, seiring dengan mengalirnya air mani prempuan itu dengan lebih deras. Merembes dari lipatan-lipatan kemaluannya.
aEsEnak sekali, KakaE|eigh ohaE|!aEt
Berbarengan dengan itu akan pun mencapai puncak. Kemaluanku terasa berkedut seiring dengan menyemburnya air maniku di liang senggama gadis itu. Sementara liang senggama Rinay pun menggepit-gepit tak terkendali karena tak kuasa menahan nikmat yang luar biasa.
Kami masih berpelukan ketika rasa nikmat itu tercapai sudah. Gadis itu diam dalam pelukanku, tubuhnya sangat basah oleh peluh. Hawa panas pun terasa menyergap. Berangsur kami saling melepas pelukan.
Perlahan gadis bangkit itu duduk dari posisinya. Gurat-gurat kepuasan terpancar di wajahnya yang cantik. Sekilas ku lihat memek Rinay yang masih merah dan bibirnya tampak membengkak, cairan-cairan lendir masih menetes dari sela kemaluannya.
aEsEnak, Rinay?aEt gadis itu mengangguk. Kemudian ia mengusap keringat yang menitik di dadaku. aEsDadamu penuh dengan peluh, Kak. Sini kuusap,aEt katanya sambil mengelus lembut dadaku yang memang penuh dengan keringat.
Beberapa saat lamanya kami kemudian berbaring bersama di kasurnya yang sempit itu. Rambutnya yang ikal dan panjang itu kubelai. Ia bergerak, menyusupkan tangannya di leherku, kemudian memintaku terlentang, dia ingin tidur di dadaku, katanya. Beberapa saat kemudian Rinay pun jatuh tertidur, tak menyadari air liurnya yang menitik dari sudut bibir. Aku pun segera terbang ke alam mimpi.
Entah jam berapa kami terbangun. Ketika itu aku dan Rinay masih berpelukan, sementara di luar terdengar suara-suara seperti sedang bernyanyi. Oh, ternyata hari sudah siang. Itu adalah suara Cenit yang sedang bernyanyi kecil, sementara di kejauhan terdengar suara orang sedang mandi, barangkali Liani sedang membersihkan tubuhnya.
Rinay pun sudah mulai terjaga, ia masih memelukku, buah dadanya yang kenyal itu menempel erat di dadaku. Dari ruang tengah terdengar Cenit sepertinya sedang menyapu lantai. Sementara dari bibirnya terdengar nyanyian yang sekarang sedang populer.
Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka, kemudian gorden disingkapkan, dan masuklah Cenit ke dalam kamar, menatap kami yang masih bugil hanya berselimut kain sarung.
aEsHei, bangun! Belum puas juga ya!aEt
Aku pura-pura tidur sambil memeluk Rinay lebih erat. Gadis itu terkikikaE| tapi dia juga pura-pura meneruskan tidurnya. Cenit berlagak marah dan menarik kain sarung penutup tubuh kami.
aEsApa mau diteruskan lagi tidurnya? Udah siang tauu,aEt
Aku menarik kain sarung itu, malu karena kemaluanku sedang menegang setelah beristirahat total beberapa jam. Tapi kalah cepat, Cenit sudah menangkap batang kemaluanku dan mengusap-usap dengan jemarinya.
aEsOh, jauh lebih besar dari gagang sapu iniaE| pantesan enak sekali.aEt Guraunya sambil tergelak sendiri. aEsYa udah, kalau kamu pengen lagi, Rinay. Tuh mumpung lagi berdiriaE|aEt
Hampir tak kuat aku menahan tawa dengan canda Cenit, tapi tampaknya Rinay menanggapinya dengan serius, dia menggerakkan pantatnya, memelukku dari atas dan mengempot ke bawah. Bibir kemaluannya terasa menempel di batang kemaluanku.
aEsTuuh, kan! Pasti mau lagi deh! Terusin aja, Rinay. Enak kok!aEt sergah Cenit sambil memegangi pinggang gadis itu, menolongnya mengangkat panta, aku pun memegang pangkal kemaluanku, menghadapkannya ke memek Rinay yang hangat.
aEsUdah pas belum?aEt tanya Cenit, Rinay mengangguk, perlahan Rinay menurunkan pantatnya, makaaE|. Srrluuuup.. batang kemaluanku masuk lagi ke memek Rinay. aEsMain dari atas enak, lho Rinay! Tekan aja biar lebih kerasaaE|aEt bisik Cenit agak keras.
Seperti tak peduli kehadiran Cenit di kamar ini, kami mengulangi permainan semalam, tapi kali ini Posisi Rinay ada di atas. Kusuruh gadis itu menegakkan tubuhnya. Ia menurut dan mendorong tubuhnya dengan meletakkan telapak tangannya di dadaku.
Sekarang posisinya berubah, aku berbaring sementara Rinay duduk mengangkang di atasku. Alat kelamin kami telah menyatu, ketika ia sudah duduk dengan benar, nampak memeknya seperti sedang mengulum kemaluanku sampai ke pangkalnya. Kelentitnya nampak menonjol dan cairan itu kembali mengalir membasahi jembut-jembut halusnya.
Kami saling pandang sementara masih bersatu, bibir Rinay tersenyum, beberapa kali ia menyibakkan rambutnya yang kusut. Perlahan dia mulai mengayun, gerakanya seperti orang sedang naik kuda. Naik turun berirama.
Semenit aku lupa dengan kehadiran Cenit di sana. ternyata ia berdiri di belakang Rinay, memperhatikan kami yang sedang bercinta dengan gaya seperti itu. Gadis itu menyeringai lebar menampakkan sederetan giginya yang putih bersih.
Kemudian tiba-tiba ia membuka bajunya, menampakkan beha putih dengan buah dada besar di baliknya. Ia pun membuka beha itu, melemparkannya ke sudut kamar, menarik rok panjang, membuka celana dalam sampai akhirnya bugil sama sekali.
Ia pun menyerbu ke arahku, membenamkan wajahku di susunya yang besar dan kenyal, meremas-remas kepalaku dengan jemarinya. Sementara Rinay terus asyik mengayun-ayunkan pantatnya naik turun.
Aku memeluk punggung Cenit, mengulum dan mengunyah susunya yang kenyal. Cewek itu mendengus-dengus ketika putting susunya tergigit lembut.
Lama kami bercinta segitiga seperti itu, mungkin ada seperempat jam.
aEsKita enak-enakan bareng, Kak.aEt Bisik Cenit sambil meremas. Aku setuju, dia sudah hampir sampai puncak, aku pun tak tahan dengan ulah Rinay, yang mengocok-ngocok dari atasaE|.
Cenit melepas pelukannya dan naik ke atas ranjang, mendudukkan pantatnya di dadaku mengangkang lebar menampakkan memeknya yang tercukur rapi. Gundukan dagingnya putih mulus dan kemerahan, bibir kemaluannya tebal dan dipenuhi cairan kental dan hangat.
Ia memajukan memeknya sehingga sampai di mulutku. Kemudian mulai menekan ke arah mukaku. aEsAhhaE| ayo Kak! Aku udah gak tahan lagi nih.aEt
Sambil meremas pinggang dan pantatnya aku pun beraksi. Mengganyang habis kue pie lembut dan basah itu. Cenit segera merintih-rintih ingin segera melepas nikmat. Sementar di belakangnya Rinay tiba-tiba mengempot dan menekan ke bawah,. Tubuhnya ambRinay ke depan, menimpa punggung Cenit yang sedang menekan mukaku.
Wajahku semakin tertekan oleh gumpalan memek Cenit, sementara pahanya menggepit kedua pipiku dengan kuatnya. AkkkhaE| aku hampir tidak bisa bernapas. Ya ampun!
aEsKeluarin bareng, Kak! Aghhh.. ahhh!aEt
Cenit menekan, Rinay mengempot, danaE| aku sesak nafas!
Terdengar suara rintihan panjang berbarengan, Cenit dan Rinay sedang dirasuki kenikmatan. Terasa memek Rinay berdenyut-denyut sembari melepaskan cairan kewanitaannya, sementara mulutku semakin basah oleh cairan memek Cenit yang juga berdenyut melepas nikmat.
Kedua tubuh cewek itu lunglai setelah menikmati segalanya. Mereka ambruk berbarengan ke tubuhku. Berat sekali rasanya menahan dua tubuh perempuan sekaligus, montok-montok lagi.
Seperti menyadari hal itu, Cenit dan Rinay pun bangkit, perlahan Cenit turun dari ranjang, sementara Rinay pun perlahan mengangkat pahanya, kedua tangan bertumpu pada dadaku.
Saat itulah kemaluanku keluar dari liang sanggamanya, cleep.. terdengar seperti bunyi plastik lengket yang sedang dibuka. Tampak kemaluanku masih menegang dan basah bergelimang cairan memek Rinay.
Aku terdiam sejenak, tak tahu harus berbuat apa, karena aku belum lagi mencapai puncak gadis-gadis ini sudah menghentikan permainnya, ketika itulah tiba-tiba Liani masuk ke dalam kamar, melihat kepada Rinay dan Cenit yang sedang mengenakan pakaiannya kembali.
Ketika ia mengalihkan pandangannya ke arahku, matanya terpaku menatap kejantananku yang masih berdiri dengan perkasa, merah dan mengkilat bermandikan cairan kemaluan Rinay.
aEsKasihkan sama Liani, Kak!aEt kata Cenit sambil menyempalkan susunya yang montok itu ke balik beha. Wajah Liani semburat memerah. Mungkin dia tadi mendengar lolongan Cenit dan Rinay yang berbarengan menahan geli dan enak. Aku tak tahu apakah dia juga sudah terangsang dan ingin di gelitik nikmat lagi?
Tampaknya iya, ia mengangkat roknya menampakkan kedua paha yang padat dan putih mulus. Sementara Rinay dan Cenit bergegas keluar kamar, meninggalkan kami berdua saja di sana. semerbak wangi harum tubuh Liasni menusuk hidungku. Gadis ini baru selesai mandi.
Liani naik ke ranjang bersiap-siap hendak memasukkan kejantananku ke memeknya yang, ya ampun, ternyata sudah bengkak merekah merah dan basah pula. Tapi siapa tahan menahan tubuhnya yang tinggi montok itu setelah tadi ditindih oleh dua gadis montok sekaligus.
Aku bangkit duduk, mendorong sedikit tubuh Liani, gadis itu seperti kaget. Tapi dia menurut. Kemudian kusuruh ia berdiri dan aE| ini dia aku ingin merasakan sesuatu yang lain.
Kusuruh ia berdiri membelakangiku dan menumpukan tangannya di dipan. Posisinya sekarang menungging di depanku, Liani mengerti, ia mengangkat pantatnya lagi, dari belakang disela-sela bongkahan pantatnya, nampak kemaluannya membelah. Cairan kental menitik-nitik banyak sekali.
Meski nafasnya ditahan, aku tahu gemuruh di dadanya sudah sedemikian hebat. Tampak dari buah dadanya yang menggelantung itu bergetar-getar menahan dentaman jantungnya yang meningkat dahsyat.
Aku ingin masuk dari belakang dan kemaluan Liani sudah siap untuk kutusuk dari arah itu. Liani semakin menunggit menampakkan bongkahan pantat dan memek yang merekah. Aku maju menyorongkan kejantananku ke arah belahan nikmat itu. Creepp.. kejantanankupun coba menerobos dan berusaha keras memasuki liang senggama Liani yang terbuka. Tapi gumpalan pantat Liani cukup menahan gerakananku.
Egghh.. aku mencoba lagi dan menekan lebih kuat ke depan. AkhirnyaaE| masuk juga. Oh, rasanya seperti dipilin-pilin. Aku menekan lagiaE| kemaluan kami semakin berjalin, tapi bongkahan pantat Liani seolah menahan gerakanku sehingga aku harus menekan agak lebih kuat.
aEsEmhhaE|.aEt rintih Liani tertahan. aEsTekan , BangaE|. EmmghhhaEt
Aku bergerak maju mundur dan menekan-nekan, sekujur batang kemaluanku rasanya seperti dicengkram. Sambil agak membungkuk aku mencoba meraih buah dada Liani, meremas keduanya dari belakang. Hangat besar dan sangat kenyal. Putingnya kuputar-putar dengan dua ujung jari. Membuat gadis itu menggelinjang hebat dan semakin mengangkat pantatnya tinggi-tinggi agar kejantananku masuk lebih dalam.
Tubuh kami semakin berkeringat ketika rasa enak itu semakin memuncak. Aku pun menekan dan menggosok-gosok lagi dinding memek Liani yang merapat. Agak sulit main dari belakang, tapi kami menikmatinya. Beberapa manit kami menikmati permainan itu. Tubuh Liani maju mundur tertekan oleh gerakan tubuhku.
Ketika sedang asyik tiba-tiba gorden kamar kembali terkuak. Sosok tubuh Rinay masuk berkelebat, seperti tak memperhatikan kami gadis itu menuju ke ujung dipan, ternyata celana dalamnya ketinggalan di sana.
Kami tak mempedulikan kehadirannya dan terus saling menekan. Aku menekan ke depan sementara Liani menekan ke belakang. Kemaluan kami sudah begitu menyatu erat bermandikan cairan kental. Tubuh kami pun menegang dan basah oleh keringat yang membanjir. Rasa nikmat semakin meningkat, semakin lama semakin hebat.
aEsAghhhaE|hhhhaEt aku menggeram menahan rasa. Denyutan-denyutan penuh rasa nikmat menyerang kemaluanku. Liani merintih tak kalah dahsyataE| bahkan lebih hebat dari erangan Cenit dan Rinay berbarengan.
aEsBangaE| agh! Enak banget,aE|oh Aku gak tahan lagi!aEt
Samar kulihat Rinay mengenakan celana dalamnyaaE|. Ketika itu pula aku dan Liani saling menekan hebataE| menahannya dan merasakan detik-detik penuh kenikmatan. Nafas Liani melenguh-lenguh, keringat bercucuran dari sekujur tubuhnya. Memeknya menyempit dan aE| srrraE|.. keluar banjir yang hebat. Tubuhnya bergetar menahan rasa geli yang luar biasa. Aku pun menekan semakin dalam.
MmhhhaE| berkali-kali kemaluanku seperti meledak dalam cengkraman memek Liani. Berkali-kali pula lipatan kemaluan gadis itu menyempit dan menggenggam kemaluanku kuat-kuat ketika ia pun melepas nikmat di pagi nan cerah itu.
Rinay mendehem kecil ketika kami menyudahi permainan itu dengan rasa puas. Liani menjatuhkan tubuhnya yang basah oleh titik keringat di dipan, menelentang dengan nafas masih terengah-engah. Bibir kemaluannya nampak membengkak, merah dan berkilat penuh dengan lendir. Rinay pun diam-diam keluar dari kamar, di dekat pintu ia menyibakkan rambut ikalnya, menjeling ke arahku, setelah itu ia pun berlalu.

0 Response to "Pesta Perawan Didesa"

Posting Komentar

wdcfawqafwef